31.08
2021
Hilirisasi Tambang dan Cita-Cita RI Jadi Raja Baterai
Photo by Kumpan Electric on Unsplash

Hilirisasi Tambang dan Cita-Cita RI Jadi Raja Baterai

Pemerintah mendorong sektor pertambangan mineral dan batu bara (minerba) untuk tidak menjual barang mentah saja, namun sudah diolah menjadi barang setengah jadi ataupun barang jadi melalui peningkatan nilai tambah atau hilirisasi.

Sampai dengan 2024 pemerintah menargetkan akan ada 53 fasilitas pengolahan dan pemurnian hasil tambang atau smelter beroperasi, terdiri dari 4 smelter tembaga, 30 smelter nikel, 11 smelter bauksit, 4 smelter besi, 2 smelter mangan, dan 2 smelter timbal & seng.

Namun hingga 2020 Indonesia baru memiliki 19 smelter yang beroperasi dan pada tahun ini ditargetkan akan bertambah 4 smelter, sehingga totalnya akan naik menjadi 23 smelter.

Pengusaha wajib meningkatkan nilai tambah dari hasil tambang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) No.3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba). Ini juga menjadi syarat perpanjangan operasional tambang dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Bukan tanpa alasan, dengan membangun smelter, maka akan banyak efek berganda yang didapatkan. Mulai dari mendorong industri di dalam negeri, mendorong perekonomian daerah, sampai dengan penyerapan tenaga kerja.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengatakan, di sektor pertambangan setidaknya ada empat pekerjaan rumah (PR) yang harus dirampungkan tahun ini.

Pertama, mengupayakan agar sumber daya mineral dan batu bara dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan dalam negeri. Untuk mencapai ini menurutnya bukan hal yang mudah, pandemi Covid-19 membuatnya kian sulit. Meski demikian, sektor pertambangan bakal memiliki andil di dalam memulihkan perekonomian nasional.

"Saat ini kami berpikir dalam dua perspektif, jangka pendek dan panjang. Kita usaha keras agar bisnis ini lancar. PR kita, pemerintah berusaha keras agar sumber daya membawa manfaat sebesar-besarnya," ungkapnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia beberapa waktu lalu.

Tantangan kedua adalah membuka lapangan kerja yang seluas-luasnya di sektor pertambangan salah satunya melalui hilirisasi.

"Jika kita bangun infrastruktur pemurnian dan pengolahan, kita akan bukan lapangan kerja," ujarnya.

Ketiga, memastikan bagaimana produk-produk pendukung di dalam negeri terlibat dalam prosesnya. Dan terakhir, memastikan kegiatan usaha pertambangan ini tidak melanggar kaidah lingkungan.

 

Komoditas Tambang RI akan menjadi Primadona

Tren supersiklus komoditas tambang diproyeksikan akan segera terjadi. Beberapa jenis komoditas tambang diperkirakan bakal menjadi primadona di masa depan, seiring dengan dengan tren dunia beralih menuju energi bersih dari energi fosil.

Seperti di sektor transportasi, masyarakat diperkirakan bakal beralih dari penggunaan mobil berbasis bahan bakar minyak (BBM) ke mobil listrik. Mobil listrik membutuhkan baterai di mana bahan bakunya merupakan produk tambang.

Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Septian Hario Seto menjelaskan, super siklus komoditas tambang ini adalah suatu periode yang cukup panjang, di mana permintaan pada satu komoditas atas beberapa komoditas lainnya jauh lebih tinggi dari rata-rata permintaan tahunan secara historis. Dengan demikian, suplai tidak bisa memenuhi semua permintaan.

Menurutnya, ada tiga komoditas yang akan berperan signifikan akibat dampak dari peralihan kendaraan berbasis BBM ke kendaraan listrik.

"Ada tiga komoditas akan berperan signifikan, pertama adalah nikel, tembaga, dan aluminium," ujarnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Rabu (03/03/2021).

Tiga jenis komoditas yang bakal berperan signifikan di masa depan semuanya ada di Indonesia. RI bakal diuntungkan dengan adanya super siklus ini, oleh karena itu pemerintah pemerintah akan memanfaatkan peluang ini dengan membangun industri turunan di dalam negeri.

"Banyak negara di-drive negara maju untuk gunakan EBT dan teknologi yang rendah emisi," ujarnya.

 

Cita-Cita RI Jadi Raja Baterai Dunia

Sumber daya nikel yang melimpah bahkan sampai miliaran ton, membuat Indonesia punya cita-cita menjadi raja baterai dunia. Indonesia akan terus mendorong pengembangan industri hilir mineral termasuk nikel.

Bila selama ini Indonesia hanya bertumpu pada penjualan bijih mentah, ke depannya Indonesia akan terus mengembangkan industri hilir mineral, termasuk nikel.

Menteri ESDM Arifin Tasrif bahkan optimistis jika RI bakal menjadi pemasok baterai untuk kendaraan listrik (Electric Vehicle/ EV) pada 2025 mendatang.

"Indonesia ditargetkan menjadi pemasok baterai EV pada tahun 2025," kata Arifin dalam webinar seputar teknologi mineral dan batu bara, Rabu (23/06/2021).

Melihat besarnya manfaat dari hilirisasi mineral, maka pemerintah akan terus mendorong proyek ini. Pemerintah juga membuat kebijakan-kebijakan untuk mendorong percepatan hilirisasi.

"Untuk mempercepat hilirisasi mineral, kami memberikan sejumlah fasilitas seperti perpajakan, fasilitas untuk tax allowance, tax holiday, OSS, dan royalti," jelasnya.

Demi mengejar cita-cita tersebut Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mendirikan holding BUMN baterai bernama Indonesia Battery Corporation (IBC) atau PT Industri Baterai Indonesia. IBC ini ditargetkan membangun industri baterai terintegrasi dari hulu hingga hilir.

Senada dengan Menteri ESDM, Direktur Utama PT Industri Baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC) Toto Nugroho juga menyampaikan hal senada dengan Menteri ESDM di mana RI akan menjadi pemain baterai kelas dunia di tahun 2025.

Dia mengatakan, ada dua alasan kenapa RI harus menjadi pemain baterai kelas dunia. Pertama, karena Indonesia dianugerahi cadangan nikel dan menjadi salah satu yang terbesar di dunia. Tak hanya nikel, Indonesia juga memiliki cadangan komoditas mineral lainnya yang bisa dijadikan bahan baku baterai hingga kendaraan listrik.

Alasan kedua adalah Indonesia memiliki pasar yang besar. Namun potensi pasar baterai tidak hanya di Indonesia, potensi pasar besar juga ada di Asia Tenggara.

"Kita harus jadi perusahaan baterai kendaraan listrik kelas dunia. Cadangan nikel yang besar dan menjadi salah satu yang terbesar di dunia. Pasar besar di Indonesia dan ASEAN region," jelasnya.

Sumber : CNBC Indonesia